1.
Pengertian Rencana dan
Program Implementasi Kurikulum
Rencana ialah blueprint atau gambaran awal dari
apa yang akan dilaksanakan. Kaitannya dengan program implementasi kurikulum,
perencanaan kurikulum dapat digunakan urituk mengdentifikasi
kesulitan-kesulitan yang potensial serta untuk menghadapi persoalan-persoalan
yang mungkin timbul. Adapun program implementasi kurikulum merupakan rencana
pelaksanaan dari kurikulum tertentu.
2. Komponen-komponen rencana
Implementasi kurikulum
Terdapat tujuh komponen utama dalam rencana
implementasi kurikulum (Miller dart Seller, 1985:276), yakni sebagai berikut.
Mengkaji program baru.
Perencanaan awal dari implementasi menentukan
kajian terhadap program-progtam baru. Kajian ini dapat dilakukan di tingkat
kabupaten yang dipandu oleh panitia perencana. Faktor yang perlu diperhatikan
ialah apakah usulan program berasal dari dalam atau luar sistem sekolah.
Identifikasl sumber-sumber.
Identifikasi sumber dapat dilakukan pada tiga
bidang, yakni: (1) sumber tercetak dan dari pandang-dengar, sebagai misal:
buku-buku teks, bahan-bahan mengajar, (2) manusia sumber, sebagal misal: para
konsultan, dan (3) sumber keuangan. Sebelum menerapkan program baru di kelas,
guru harus diberi kesempatan untuk menguji materi-materi sumber dan
merekomendasi kelayakannya untuk dipakai. Di samping itu materi, manusia sumbet
diperlukan untuk membantu guru mengatasi persoalan yang mungkin timbul. Adapun
sumber keuangan diperlukan karena implementasi program baru selalu memerlukan
biaya sebagai missal : pemberian buku-buku teks, bahan-bahan baru untuk
pembelajaran, dan sebagainya.
Menetapkan peran.
Penetapan peran
perlu dilakukan agar tidak teajadl tumpang-tindih tugas pada satu orang. Sebagai missal kepala sekolah dapat diberi tugas mengkoordinasikan
kegiatan implementasi antara sekolah sementara tugas mendistribusikan kuesioner
yang terkait dengan kemajuan implementasi dapat dlberikan kepada personal
tertentu. Perlu dicatat, bahwa kepala sekolah yang sering mendiskusikan
persolan implementasi dan program-program baru dengan guru-guru, baik dalam
satu pertemuan maupun secara pribadi, serta membantu mereka mengatasi masalah
pada umumnya lebih sukses dari pada kepala sekolah yang tidak aktif pada
kegiatan tersebut.
Pengembangan. profesional.
Implementasi program baru memiliki dampak pada
pengembangan professional. Sebagal misal: Inplementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) menuntut guru untuk banyak membaca hal-hal baru yang terkait
dengan KBK. Dengan kata lain, diluncurkannya program baru menuntut guru untuk
mengkajinya lebih jauh sehingga kemampuan profesionalnya meningkat.
Penjadwalan.
Penjadwalan diperlukan untuk menetapkan kapan
kemajuan implementasi dapat dinilai Menyiapkan jadwal implementasi memerlukan
analisis yang cermat terhadap program baru dan kebutuhan guru dalam lmplementasi
tersebut. Jadwal akan menjadi jadwal yang efektif jika disusun berdasar basil
diskusi semua kelompok yang terlibat dalam program implementasi.
Membangun sistem komunikasi.
Arus Informasi dan pertemuan atau kontak yang
dibangun melalul system komunikasi dapat membantu mengurangi perasaan terasing
dan pihak-pihak terkait selama implementasi. Bagi guru, kesempatan untuk
berbicara satu sama lain tentang program-program baru dapat mengingatkan mereka
bahwa mereka tidak sendiran dalam implementasi itu. Melalui sistem komunlkasi
seorang guru yang memerlukan bantuan dapat segera dibantu oleh rekan sejawat.
Rencana untuk sistem komunikasi dimulai dengan identifikasi tentang informasi
apa yang akan dlperlukan, siapa yang àkan menggunakannya, dan kapan akan digunakan.
Pemantauan pelaksanaan.
Tujuan dari pemantauan ialah untuk mengumpulkan
informasi yang terkait dengan implementasi dan menggunakan informasi itu untuk
menfasilitasi dan membantu upaya guru. Arus informasi, didukung system komunikasi akan memberikan gambaran tentang
kemajuan Implementasi. Melalui pemantauan, keputusan tentang kegiatan yang
penting dapat dibuat, untuk mendukung implementasi dan kemungkinan perubahan
dalam program-program baru.
3. Model-model lmplementasi Kurikulum
Memahami model-model Implementasi kurikulum
memungkinkan para pekerja kurikulum untuk mengidentifikasi kesulitah dalam
implementasi dan untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan tetsebut. Menurut Miller dan Seller (1985: 249), paling
tidak ada tiga model lmplementasl kurikulum yang akomodatif terhadap persoalan
yang muncul di lapangan. Model-model tersebut ialah:
a.
Concern-Based Adoption
Model (CBAM)
Model mi dikembangkan oleh Hall dan Loucks
(1978), menekankan pada ldentifikasi level yang bervariasi tentang perhatian
guru terhadap inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di ruang kelas.
b.
The Innovation Profile
Model
Model mi dikembangkan oleh Leithwood (1982),
memungkinkan guru dan pekerja kurikulum untuk mengembangkan satu profile
tentang hambatan dalam melakukan perubahan sehingga guru dapat mengatasi
hambatan tersebut.
c.
TORI Model (Trust,
Openness, Reallization dan Independency)
Model ini dikembangkan oleh Gibb’s (1978)
memusatkan pada perubahan pribadi dan sosial. Model ini memberikan satu skala
untuk membantu guru mengidentifikasi sejauh mana sikap reseptive sekolah
terhadap implementasi gagasan inovatif serta memberikan panduan bagaimana
menfasilitasi perubahan.
Di antara tiga model tersebut, model Innovation
Profile tampak paling fieksible untuk implementasi gagasan-gagasan inovatif
dalam kurikulum oleh karenanya model ini perlu dijelaskan lebih jauh bagaimana
cara implementasinya.
Gambar 1: Strategi untuk implementasi
Inovasi Kurikulum
(Adaptasi dari Miller & Seller 1985: 265)
Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana model
Innovation Profile membagi proses implementasi menjadi enam tugas. Enam tugas
utama dibagi lagi menjadi dua fase: tugas 1-3 yang merupakan fase diagnosis dan
tugas 4-6 yang merupakan fase aplikasi. Dua bentuk evaluasi digunakan untuk
mengukur apakah strategi yang digunakan berhasil.
Diagnosis. Untuk melengkapi
tiga jenis kegiatan diagnostik, kajian yang mendalam terhadap program baru
pertu dilakukan. untuk membantu mengidentifikasi elemen-elemen yang penting,
program harus dljelaskan dalam kaitannya dengan serangkaian kriteria, yakni:
(1) pemikiran yang menjadi dasar diterapkannya program baru, (2) hasil belajar
yang diharapkan, (3) perilaku masukan, (4) isi pelajaran, (5) bahan
pembelajaran, (6) strategi pembelajaran, (7) pengalaman belajar, (8) waktu, (9)
alat dan prosedur penilaian.
ApIikasi. Ketika pengujian
dan analisis awal telah dilakukan, langkah berikut ialah imptementasi. Pada
fase ihi, dipusatkan pada praktek di ruang kelas. Tujuannya ialah untuk
menfasilitasi perubahan-perubahan dalam praktek yang dianjurkan oleh program
baru.
Evaluasi. Kegiatan evaluasi
dilakukan berdasar kriteria yang dikembangkan pada kegiatan awal. Tujuan
evaluasi formatif ialah untuk melihat apakah hambatah-hambatan yang muncul
dapat diatasi, evaluasi sumatif terhadap inovasi dilakukan untuk memastikan
apakah sebagian besar kendala telah dapat diatasi.
4. Kendala dalam implementasi kurikulum
Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
dalam rangka otonomi berhadapan dengan beberapa kendala. Menurut Sukmadinata
(1997:2001), kendalä tersebut ialah: (1) tidak adanya keseragaman, oleh karena
itu untuk daerah dan situasi yang memerlukan keseragaman dan persatuan dan
kesatuan nasional, kurikulum ini sulit diterapkan (2) tidak adanya standard penilaian
yang sama, sehingga sukar untuk memperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu
sekolah/distrik dengan sekolah/distrik lain, (3) adanya kesulitan bila terjadi
perpindahäh siswa ke sekolah/distrik lain, (4) sukar untuk melakukan
pengelotaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua sekolah/distrik
memiliki kesiapan untuk menyusun dan rnengembangkan kurikulum sendiri.
Kendala tersebut di
atas dapat diatasi dengan lebih banyak melibatkan guru. Guru dilibatkan bukan
dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/caturwulan atau
satuan pelajaran, tetapi juga untuk menyusun kurikulum menyeluruh di
sekolahnya. Jika sejak awal guru dilibatkan dalam penyusunan kurikulum, mereka
akan memahami benar substansi kutikulum dan cara implementasinya secara tepat.
1.
Implementasi dan evaluasi
kurikulum
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi
kurikulum, perlu dilakukan evatuasi. Miller dan Seller (1985: 329) menegaskan
bahwa evaluasi kurikulum perlu dilakukan untuk méndapatkan informasi yang
digunakan untuk perbaikan-perbaikan di sekolah. Dengan demikian, evaluasi
memiliki peran untuk menentukan apakah suatu kurikulum perlu diteruskan atau
dihentikan. Sukmadinata (1997: 180) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum minimal
berkenaan dengan tiga hal, yakni: (1) moral judgment, (2) penentuan keputusan,
(3) konsensus nilai.
Evaluasi kurikulum
dan moral judgment. Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil
dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu
skala nilai moral, berdasarkan skala tesebut suatu obyek evaluasi dapat
dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan
kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi dan
penilalan keputusan. Pengambil keputusan dalam pendidikan dah kurikulum itu
banyak, ada guru, orang-tua, murid, kepala sekolah, pengembang kurikulum,
birokrat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seterusnya. Lalu siapa
diantara mereka yang memiliki peran paling menentukan. Pada dasarnya tiap
kelompok di atas memiliki peran sesuai posisi masing-masing. Besar kecilnya
peranan keputusan sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab masing-masing serta
lingkup masalah yang dihadapinya.
Evaluasi dan
konsesus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan
evaluasi kurikulum sejumlah nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut
berpartisipasi. Masing-masing dari mereka memiliki sudut pandang yang mungkin
berbeda, kepentingan-kepentingan nilai serta pengalaman tersendiri. Kesatuan
penilaian dapat dicapai melalui suatu konsensus.
0 comments:
Post a Comment