Agar
pelaksanaan program bimbingan di sekolah berjalan efektif, maka program
tersebut perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli, cakap dan terampil dalam
bidangnya masing-masing. Hal ini tentu saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di
negara-negara yang sudah maju, di mana tenaga ahli dan fasilitas untuk
menyelenggarakan program bimbingan sudah cukup tersedia.
Untuk
sekolah-sekolah kita di Indonesia, upanya keadaan tersebut masih dalam
cita-cita saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum memiliki tenaga ahli dalam
bidang bimbingan dan konseling, lebih-lebih bila dikaitkan dengan fasilitas dan
dana yang dibutuhkan untuk itu.
Walaupun
kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan, tidaklah berarti bahwa
pelaksanaan prpgram bimbingan itu harus ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk
menunggu tenaga ahli yang tidak kunjung datang itu. Lagi pula, apakah benar
bahwa bimbingan itu hanyalah tugas para ahli saja?. Untuk bidang-bidang
tertentu mungkin benar, namun tidak semua tugas bimbingan harus dilakukan oleh
para ahli. Dalam hal-hal tertentu mungkin peranan guru lebih menonjol.
Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana hubungan guru dan murid memang sangat
dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak memiliki guru yang cukup berkualitas
untuk dijadikan pembimbing dan penyuluh atau serimg disebut dengan “guru
penyuluh” .
Untuk
melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang diungkapkan oleh R. D Allen
(dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah dijadikan sebagai pertimbangan. Ia memilih
guru penyuluh melalui 5 (lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di
sekolahnya. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Guru-guru yang memiliki superioritas (kelebihan
dalam mengajarkan mata-mata pelajaran) yaitu guru-guru yang:
b.
Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid
terhadap mata-mata pelajaran yang diajrkan;
c.
Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan
memberikan pengarahan atau petunjuk -petunjuk;
d.
Dapat menghubungkan mata-mata pelajaran dengan
pekerjaan-pekerjaan praktis.
e.
Hubungan-hubungan muid
dengan guru, yaitu:
f.
Guru yang menjadi tempat
bagi murid-murid mendapatkan nasehat dan pertolongan,
g.
Guru yang berusaha untuk
mengadakan hubungan dengan anak-anak muda di luar sekolah;
h.
Guru yang memimpin
perkumpulan-perkumpulan (kesenian, olahraga, atau aktivitas lain);
i.
Guru yang memiliki minat untuk
memberikan layanan sosial (social service);
j.
Guru yang sering-sering
mengadakan hubungan dengan keluarga atau rumah murid.
k.
Hubungan guru dengan guru,
yaitu:
l.
Guru yang dapat bekerja sama
dengan guru-guru lain;
m.
Guru yang tidak menimbulkan
pertengkaran;
n.
Guru yang memiliki kemampuan
untuk menerima kritik/kecaman;
o.
Guru yang memperlihatkan
kepemimpinan da tidak rakus.
p.
Pencatatan dan penelitian, yaitu:
q.
Guru yang memiliki sikap
ilmiah dan objektif;
r.
Guru yang mendasrkan
keputusan-keputusannya pada hasil penelitian dan bukan menerka-nerka;
s.
Guru yang memiliki minat
terhadap masalah-masalah penelitian;
t.
Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan
klerikal;
u.
Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk
mengadakan penelitian dalam pekerjaan-pekerjaan tulis menulis (clerical work).
v.
Sikap professional, yaitu
guru yang:
w.
Senang bekerja secara
sukarela dalam pekejaan tambahan;
x.
Mampu menyesuaikan diri dan
memiliki kesabara-kesabaran;
y.
Memiliki sikap konstruktif;
z.
Mau melatih untuk
meningkatkan pekerjaan;
å.
Memiliki semangat untuk
melayani murid-murid sekolah dan masyarakat.
0 comments:
Post a Comment